Thursday 25 August 2011

Selamat datang di dunia, hidupku nafasku!!

14 Agustus 2011. Benar adanya ungkapan yang menyatakan 'Jika surga ada di telapak kaki ibu'

Sabtu, 13 Agustus 2011. Selesai menyiapkan makan siang suami, sekitar jam 11.30, tiba-tiba terasa ada cairan keluar dari vagina. Bergegas segera ke kamar mandi untuk melihat apa yang terjadi. Benar adanya, ternyata setelah cek, bercak yang ada bukan darah putih tapi semacam cairan tak berwarna dan tak berbau. Curiga pasti air ketuban yang bocor. Kuberitahu suami dan dia bilang mungkin kita mesti segera ke dokter. Aku bilang jangan dulu, tunggulah, mungkin cuma false alarm dan bukan hal yang serius. Untuk memastikan bukan hal yang serius, kita segera cek ke internet mengenai hal tersebut. Kuganti celana dalam dengan yang baru dan cuma beberapa menit lagi-lagi cairan yang sama muncul lagi, sedikit demi sedikit. Dari beberapa website menyebutkan kalau air ketuban yang muncul sedikit demi sedikit menandakan kalau kelahiran akan segera terjadi. Segera bergegas kita putuskan ke rumah sakit. Kita bawa semua keperluan yang kita siapkan untuk melahirkan.

Pukul 12.30 kita sampai di Rumah Sakit Bersalin Celje. Oleh suster jaga langsung tes CTG untuk mengetahui gerakan jantung si bayi dan gerakan kontraksi di perut. Belum ada tanda-tanda kontraksi yang berarti. Sekitar jam 13:00 dokter jaga datang mengecek. Ternyata memang air ketuban sudah pecah. Oleh suster kami segera dirujuk ke bagian rawat inap untuk observasi.

Jam 6 sore, setelah selesai makan malam, suster memberi suntikan anti-biotik karena air ketuban yang sudah pecah. Kucoba untuk istirahat. Sekitar jam 7 malam lebih sedikit, kumerasa sensasi yang lain di perut bagian bawah. Rasanya seperti kram saat menstruasi. Karena belum pernah ini merasakan yang namanya kontraksi, asumsiku ini pasti salah satunya.Apalagi kumerasakan berulang, tiap 15 menit. Semakin lama intensitasnya semakin dekat. Dari 15 menit menjadi 10 menit, kadang 8 menit. Rasanya seperti kram saat datang bulan, seperti ada yang menekan perut bagian bawah dengan sangat kencang dan kuat. Karena rasa sakit yang sudah tak tertahankan, akhirnya kupanggil suster. Saat itu jam menunjukkan sekitar pukul 10 malam. Kembali aku masuk ke ruang CTG. Tiap kali line di layar untuk mengukur gerakan kontraksi menunjukkan angka 25, bersiap-siap aku menahan sakit, karena dari angka 25 itu akan bergerak naik - menunjukkan intensitas kecepatan kontraksi yang terjadi. Rasanya seperti ada sesuatu yang menekan dengan sangat kuat dan ingin menembus vagina. Saking sakitnya samapi aku bertanya ke si suster dia punya anak berapa, Ngebayangin dia pasti juga mengalami hal yang sama pas melahirkan .... merasakan sakit yang amat luar biasa.

Karena sudah ada tanda-tanda kontraksi dengan intensitas yang lumayan berdekatan, oleh si suster aku diantar ke ruangan dokter untuk diperiksa. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan vagina untuk mengetahui bila sudah ada pembukaan. Ternyata belum. Kembali aku mesti balik ke ruang rawat inap untuk menunggu kontraksi yang lebih intens antara 2 - 3 menit. Pepatah bilang 'menunggu itu menjemukan', dalam kasus yang satu ini 'menunggu itu sangat menyakitkan'.

Selama menunggu, kontraksi terus terjadi. Semakin lama semakin kuat sampai akhirnya kuhitung intensitasnya sudah 2 - 3 menit an. Waktu menunjukkan pukul 1 dini hari. Lagi ku bel si suster. Kembali aku masuk ruang CTG. Dan memang benar ... intensitas kontraksi semakin sering dan cenderung meninggi. Kembali aku diantar ke ruang dokter. Namun karena dokter lagi tidak ada ditempat, aku di handle oleh suster jaga. Dia lakukan cek yang sama sebelumnya seperti yang dilakukan oleh si :dokter. Ternyata sudah ada pembukaan 2 cm. Itu artinya aku mesti segera masuk ke ruangan bersalin. Sambil menahan sakit, kutelpon suami dan cuma bisa bilang 'čas je, pridi sem'. 'pridem', jawabnya .... terdengar kalau suaranya mengantuk.

Di ruang bersalin, lagi-lagi aku mendapati mesin CTG, seperti ketemu si mimpi buruk .... ' ya Allah barang ini lagi' dalam hatiku. Karena masih pembukaan 2 cm, artinya mesti menunggu sampai pembukaan 10. Pembukaan 2 cm aja sakitnya sudah amit-amit, apalagi 10 ya Allah!

Di tempat tidur aku menahan sakit sendirian , ditemani suster yang lagi duduk di depan meja kerjanya. Tiap kali ada kontraksi ak mesti ambil nafas banyak ... huh ... huh ... huh ... huh ... huh ... sampai kontraksi selesai. Tentunya sambil menahan rasa sakit yang amat sangat, dan berharap suami segera muncul.

Pukul setengah tiga dini hari akhirnya dia datang. Dan kontraksipun masih terus, semakin kuat dan semakin sering. Aku pegang tangannya sangat kuat, namun itupun tak sanggup mengurangi rasa sakit, terkadang tanganku sampai meremas bantal dan menutupi wajahku ... mencoba berbagai cara menyalurkan rasa sakit yang ada.

Hari menjelang pagi ... matahari sudah muncul ... tak ingat pukul berapa ... suster mengambil inisiatif untuk memberi obat pengur:ang sakit berupa cairan ... namun itupun tak mengurangi rasa sakit yang ada ... apalagi tak lama setelah itu, sekitar pukul 08:30 dia memberi obat perangsang untuk mempercepat kontraksi agar terjadi pembukaan yang lebih besar. Itu artinya semakin intensif kontraksi yang timbul, rasa sakitnya ... terasa seperti ada yang mendorong dengan sangat kuat dari dalam untuk keluar. Karena belum waktunya 'push', cuma boleh ambil nafas dari hidung saat kontraksi terjadi. Dan tiap kali selesai ambil nafas, mulut dan tenggorokan kering banget ... dan juga rasanya beberapa kali ingin muntah. Setelah sebelum-sebelumnya masih nahan, akhirnya sudah tak tahan .... muntah juga!

Waktu udah semakin siang. Aku lihat suami terkantuk-kantuk ... maklumlah dia tidak tidur semalaman. Sesekali suster mengecek sudah pembukaan berapa yang terjadi. Sampai menjelang pukul 09:30 ternyata kepala Satria posisinya masih tinggi dan belum juga bisa menembus keluar ... oleh si suster aku diminta untuk mendorong ... 2 kali tapi tak ada perubahan. Akhirnya, si suster memanggil dokter jaga untuk meminta second opinion. Tak lama kemudian, seorang dokter datang mengecek. Dari hasil pengecekannya diputuskan untuk dilakukan segera emergency c-section karena ditakutkan jika diteruskan kontraksi tak akan banyak membantu dan akan membahayakan si bayi. Sudah lemas dan menahan sakit karena masih kontraksi aku mendengar si dokter memberi penjelasan apa itu operasi ceasar. Trus diminta tanda tangan beberapa pernyataan untuk mereka bisa melakukan operasi.

Jam 10 lebih mereka membawaku ke ruang operasi. Sampai disana, lagi-lagi aku mesti mendengar penjelasan mengenai prosedur anestesi ... pilihan mana yang mesti kuambil ... spinal anestesi (mati rasa dari pinggul ke bawah) atau general anestesi (bius total). Karena aku ingin mendengar tangisan si bayi pertama kali, aku pilih spinal anestesi .... meskipun ada rasa takut dan ngeri juga merasakan jarum disuntikkan di tulang belakang. tapi pikirku udah kepalang basah ... udah merasakan sakitnya kontraksi, pasti jarum bius tak lebih sakit dari itu. Dan alhamdulillah memang tidak terasa sakit ... 5 menit kemudian aku sudah tidak merasakan bagian bawah tubuh. Pas dokter memotong bagian bawah, aku tak merasakan apa-apa. Aku bisa merasakan beberapa suster menekan bagian dadaku ketika dokter mencoba mengambil si bayi ... entah apa mereka lakukan ... tapi terasa sakit juga. Aku tak bisa melihat karena ada pembatas kain yang ditempatkan di sekitar dada selama operasi. Alhamdulillah tepat pukul 10:40, si bayi lahir .... kudengar tangisannya sangat kencang! Ya Allah ... lega dan bahagia rasanya! Aku tanya ke tim operasi jika dia baik-baik saja, dan mereka jawab 'iya' ... tak lama kemudian si suster memperlihatkannya ke aku ... Subhanallah ... indahnya ciptaan Allah! He's a beautiful healthy baby boy! Ilang semua rasa sakit yang kurasakan sebelumnya begitu melihat dia sehat dan lengkap. Being in that labour room definately one hell of experience, but really really WORTH it!!

NB : Catatan ini dibuat saat menjalani rawat inap melahirkan